HOW TO FIGHT THE INFORMATION WAR

 
Informasi sebagai bahan konsumsi yang di mana media elektronik berperan besar dalam perubahan kebudayaan (berubahnya suatu peradaban).
Lini perang informasi ternyata sangat lebar sekali, intinya hanya mereka yang mampu memproduksi informasi & pengetahuan dalam jumlah besar di segala media / lini yang akan dengan mudah mengalahkan pihak lawan. Pendudukan / penjajahan / serangan tidak lagi secara fisik tetapi secara psychologi / pola pandang / mental. Contoh sederhana saja, anak-anak Indonesia akan dengan bangga-nya makan di McDonnald, KFC atau mendengarkan musik rock, ke disko di bandingkan dengan jaipongan. ABG & banyak orang akan dengan senang hati menonton The Corrs & mungkin membayar lebih mahal daripada Krisdayanti & Ikke Nurjanah. Perlakukan para Satpam terhadap orang bule yang berpakaian celana pendek, T-shirt kucel, sandal jepit akan sangat berbeda sekali dengan orang pribumi melayu dengan pakaian yang sama. Paling menyebalkan kalau kita ke kedutaan Amerika Serikat, Satpam US Embassy ini sepertinya lebih bule daripada bule & benar-benar melecehkan orang Indonesia yang mau meminta Visa US padahal harus bayar mahal pula. Dari pola sederhana ini saja sudah terlihat sekali bahwa sebuah image sudah tertanam baik-baik di benak orang melayu ini bahwa pribumi melayu inferior dibandingkan bule. Mereka yang bekerja untuk bule (seperti Satpam di US Embassy) merasa jauh lebih superior daripada melayu yang lain. Kondisi / teknik ini di kenal sebagai Kulturkampf dalam perang informasi.  
Pada tingkat yang lebih tinggi & perlu pengusaan seni perang informasi yang sangat halus dapat di cuplik dari surat James Madison ke W.T. Barry tanggal 4 Agustus 1822 yang berbunyi:

"A popular Government, without popular information or the means of acquiring it, is but a Prologue to a Farce or a Tragedy; or perhaps both. Knowledge will forever govern ignorance; And a people who mean to be their own Governors, must arm themselves with the power which knowledge gives."

Artinya pengetahuan & penyebaran informasi menjadi penting sekali bagi seseorang maupun pemerintah untuk survive, menang & tetap berada di atas serta populer diantara yang di perintah-nya (bisa PNS maupun rakyat). Kedewasaan, kelengkapan dalam berargumentasi, berdebat & transparansi dalam kebijakan akan sangat tercermin dari tingkat penguasaan pengetahuan manusia yang berada di lembaga pemerintahan. Sialnya di Indonesia pemerintah lebih banyak mengandalkan mekanisme kekuasaan, perijinan, palak memalak, sogok menyodok, gusur mengusur daripada bertumpu pada kemampuan pengetahuan SDM-nya. Yah wajar saja jika pemerintah kita menjadi tidak populer. 

Siap tak siap masyarakat kita harus pasrah menerima kenyataan. Bukan hanya implikasi pasar bebas yang dapat dirasakan akibtanya oleh para pelaku usaha di Negara Indonesia, namun secara menyeluruh tatanan kehidupan masyarakat kita kini sudah masuk pada lingkaran perubahan yang amat dahsyat. 


No comments:

Post a Comment

Korinthus

“Cinta itu sabar…” . Perempuan itu mendengar. Di gedung yang tak dihuni itu, di bawah bulan yang nyaris seperti limau, seseorang datang m...